Di ruang kudus bermandi cahya
Sambut ramah-Mu hangatkan raga
Jiwa musafir menggenggam asa
Berpeluh hasrat masih terengah
Usah resah kala lelah
Usah meringis kala teriris
Tumpahkan saja keluh kesah
Dalam luapan tangis
Semua laramu kan Kutepis
Ahhh, masih saja jawab-Mu begitu
Kian lembut menampung hasratku
Tetap saja kubawa sembilu
Menambah duri di kepala-Mu
Tubuh-Ku memang penuh luka
Goresan kisah para pendusta
Berucap sumpah di mulut saja
Sedang hati riuh berkelana
“Biarkan kulupa sejenak luka,” kataku
Bolehkah aku menyentuh cawan-Mu?
Mencicip tetesan dari bibirnya
Kurindu legaku mengganti dahaga
Tatap-Mu kian menyelisik batinku
“Betapa sukarnya engkau menangkap maksud-Ku,” kata-Mu
Sudah degilkah hatimu?
Sejak lama Kukirim undangan
Menanti datangmu untuk jamuan
Pernah Kusodorkan setetes pahit dari cawan-Ku
Kau berpaling mencicip manis dari dunia
Kutaruh roti tak berasa di atas meja-Ku
Kau berlari mengejar rasa yang kini menyiksamu
Masihkah kau bertanya jua?
Bercak-bercak sesal mengotori meja-Mu
Kesunyian malam terusik dalam rintihan
Menanti belas-Mu menyambut tobatku
“Biarkan jemarimu menggenggam cawan-Ku”
Ucap-Mu menawar sedihku
Baru saja senyum merekah
Kau tawarkan jamuan penutup
“Teguklah juga isi cawan-Ku
Setiamu kan teguh, pabila cawan ini tak berlalu dari padamu.”
Lirih-Mu menyentuh kalbu.
Pesan: “Mengikuti Yesus berarti memanggul salib. Semua orang memiliki salib dalam hidupnya yang tidak mudah untuk dipikul. Ada kalanya manusia terjatuh, kemudian ingin menghindari beban itu. Namun tetap memandang salib_Nya dan siap diubah akan membantu kita untuk merelakan diri juga meneguk cawan derita sebagai jalan menuju keselamatan dan meningkatkan kualitas kemuridan kita seperti Yesus sendiri yang tidak membiarkan cawan derita berlalu asal kehendak Bapa-Nya yang terjadi. Mari kita selalu setia mengikuti teladan-Nya.”